Allah
SWT memberi jodoh sesuai dengan cerminan diri kita. Maka coba tanyakan
pada nurani, apakah kita tega hanya memberi hati yang ‘sisa’ kepada
suami/istri kita? Sementara tanyakan pada logika, apakah kita siap hanya
mendapat hati yang ‘sisa’ dari suami/istri kita?
Sumber: http://maiyaazyza.blogspot.com/2011/11/ketika-hati-pernah-terbagi.html
Papan Kayu, Paku, dan Lubang
Jika
hati itu ibarat papan kayu, maka pasangan hidup adalah pakunya.Sedang
lubang yang tertinggal di papan tatkala paku dicabut adalah kenangan.
Meski paku tak lagi bersarang, namun tubuh papan telah berubah. Tubuhnya
kini tak lagi mulus lantaran lubang-lubang yang bersemayam. Banyaknya
lubang tentu saja tergantung dari banyaknya paku yang sempat tertanam.
Dan besar kecilnya lubang tergantung pula dari bagaimana paku mengoyak
papan kayu.
Harus diakui, siapa pun orang di sekitar kita pasti
memiliki tempat tersendiri di hati. Berdasarkan perbedaan porsi,
muncullah klasifikasi status sosial-pribadi: kenalan, teman, sahabat,
saudara, keluarga, atau bahkan kekasih. Klasifikasi tersebut memiliki
satu pondasi: CINTA.
Kualitas cinta akan semakin sempurna apabila
memiliki porsi yang total. Sepenuh hati. Suci. Cinta seperti ini tentu
saja didasarkan bukan semata-mata cinta karena makhluk, melainkan cinta
karena Allah SWT.Cinta seperti inilah yang patut kita realisasikan dalam
kehidupan, termasuk pernikahan.
Jangan Hanya ‘Sisa’
Bukankah
rumah yang kokoh itu tidak dibangun dari kayu yang rapuh? Pun begitu
dengan pernikahan. Dibutuhkan hati yang utuh untuk menciptakan
pernikahan yang kokoh.
Tapi justru dewasa ini, kita disuguhkan
dengan fenomena permainan hati (pacaran) yang kian semarak. Di mana
sebelum menikah, hati dibuka lebar-lebar layaknya hotel untuk disinggahi
banyak orang secara ‘temporer’, namun memberi bekas secara ‘permanen’.
Bagaimana tidak, pernikahan dengan kondisi hati seperti ini akan
melahirkan banyak perbandingan lantaran kenangan-kenangan dengan ‘si
dia’, ‘si dia’, atau ‘si mereka’ yang terus saja membayang di setiap
jengkal kehidupan. Manakala suami/istri kita menyuapi bubur misalnya,
terlintas begitu saja bayangan ‘si dia’ yang dulu juga pernah menyuapi
kita bubur. Ketika melintas di kerumunan, lalu mencium bau parfum yang
khas, ingat ‘si dia’ yang juga memiliki harum yang sama. Lalu kemudian
mulai membandingkan, kenapa suami/istri kita tidak wangi seperti ‘si
dia’.
Sejenak mungkin tubuh kita hadir bersama suami/istri, namun
pikiran melayang membayangkan kisah-kisah indah bersama ‘si dia’. Hal
itu disebabkan oleh pemberian hati yang tidak utuh lantaran telah banyak
lubang yang dihasilkan tusukkan-tusukkan cinta yang ‘semu’ dari masa
lalu. Menyedihkan, bukan?
Bayangkan, ketika kita melihat
kertas polos dengan satu nama di tengahnya, mata kita akan menangkap
satu sentralisasi konsentrasi yang utuh. Namun tidak demikian apabila
terdapat banyak nama dan tulisan di kertas tersebut. Mata kita akan
mendapati banyak nama dan konsentrasi kita menjadi tidak fokus. Meski
pun nama yang dituju telah diberi tanda khusus, lingkaran misalnya,
namun tetap saja kertas itu tidak bersih dan indah. Tulisan-tulisan
selain yang dilingkari kerap kali mengganggu.
Hal serupa
terjadi pada hati kita. Hati yang belum pernah terjamah permainan cinta
akan fokus terhadap satu nama pertama dan terakhir. Di mana nama
tersebut tertulis sebagai pendamping hidup kita: ‘fulan bin fulan’ atau
‘fulanah binti fulan’.
Allah SWT memberi jodoh
sesuai dengan cerminan diri kita. Maka coba tanyakan pada nurani,
apakah kita tega hanya memberi hati yang ‘sisa’ kepada suami/istri kita?
Sementara tanyakan pada logika, apakah kita siap hanya mendapat hati
yang ‘sisa’ dari suami/istri kita?
Rumah yang Kokoh
Sungguh
indah segala keteraturan. Layaknya lalu lintas, indahnya keselamatan
akan tercipta apabila para pengguna jalan mematuhi rambu-rambu yang ada
secara teratur. Untuk membentuk rumah tangga yang indah pun perlu adanya
sebuah keteraturan dalam membangunnya: keteraturan menjaga hati dan
kesucian diri.
Sebelum berumah tangga, seorang Muslim
haruslah menjaga kesuciannya. Menjaga diri dari masuknya cinta selain
untuk Allah SWT. Maka dari itu tidaklah dibenarkan untuk mengikuti
langkah-langkah syetan dengan mengumbar cinta atau berpacaran sebelum
menikah. Dengan begitu hati akan tetap terjaga kesuciannya dari
lubang-lubang cinta yang tidak semestinya.
Tatkala
menikah, hati yang utuh dan suci akan merasa bahagia dengan cinta
pertama dan terakhir. Cinta yang diberikan kepada suami/istri dalam
balutan ridho Illahi. Cinta yang utuh, lantaran hati tak pernah terjamah
cinta yang lain. Cinta yang suci, lantaran hati tak pernah terkotori
cinta yang salah. Cinta seperti inilah dapat saling melindungi dan
memberikan nuansa kemurnian cinta yang sesungguhnya dalam rumah tangga.
Serupa rumah yang kokoh, akan memberi perlindungan apabila komponen dasarnya juga utuh dan kokoh.
Kini tengoklah ke dalam hati, sudah sejauh mana hati terbagi?
Bagi
sahabat yang sudah pernah atau malah sudah sering hingga menjadi
kebiasaan memberikan hatinya pada yang belum halal untuknya, yuuukkk,
mulai dari sekarang di stop.^___^
Referensi Lainnya : http://kembanganggrek2.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar